Holstee manifesto

Pada tahun 2005 ketika berat saya masih 59 kg. Saya tinggal di sebuah rumah setengah tua, namun bahagia sepenuh hati. Bukan saja karena ibu kost dan anak-anak beliau yang begitu baik terhadap kami, namun juga suasana rumah yang begitu damai dan bahagia. Tak jarang setiap sore kami mendapat makanan gratis dari kedai nasi sebelah kepunyaan mereka. Sebuah rumah makan padang tak jauh dari rumah tempat kami tinggal. Hanya beberapa langkah ke arah perempatan jalan. Rumah kos kami bertingkat dua, kami tinggal di lantai bawah dan ibuk kos dan anaknya di lantai atas.

Sebelumnya selama beberapa bulan saya tinggal di lantai atas, sebelum pindah ke lantai bawah. Kamar bawah memang lebih luas tetapi sedikit kurang ceria karena cat dinding yang sudah mulai memudar dan sudah sekian lama tidak dicat ulang. Mungkin sudah sewindu. Maklum, kamar kos dibawah memang sering bermasalah. Apalagi kalau datang hujan lebat. nasib kami seperti penghuni kota Jakarta, was was jika terjadi banjir di kamar. Banjirnya memang tak seberapa, cuma sepuluh centimiter saja, tetapi cukuplah untuk membuta kami kerja malam itu. Kamar kami memang menjorok sedikit ke bawah dan langsung berbatasan dengan sungai di belakangnya. Tak heran pondasi rumah turun sedikit demi sedikit dan menyebabkan adanya gap antara dinding dengan pondasi, akibatnya terbentuk celah yang bisa dilewati air ketika permukaan sungai kecil dibelakang rumah meningkat.

Sudah setahun kami menghuni kamar tersebut dan sepertinya banjir memang konsisten datang sekali dua bulan. Setahun sudah berlalu tanpa ada inisiatif untuk berubah menjadi lebih baik. Permasalahannya sederhana tapi berat melakukannya. Cuma menutup gap antara dinding dan pondasi dan merubah warna kamar. Perkara jadi beres. Karena tak ada inisiatif dari rekan lain dan dari pada menunggu-nunggu atau melempar pekerjaan yang memang seharusnya kita lakukan karena manfaatnya untuk kita sendiri. Saya kerjakan saja sendiri beberapa perubahan di ruangan tersebut. Mulai dari mengecat ruangan, menambal dinding yang bocor. Setelah saya memiliki inisiatif sendiri baru teman-teman yang lain menolong setelah mereka pulang dari kuliah. Dari sini saya sadari ketika tidak ada kepedulian dari masing-masing orang terhadap sistem, kalau bukan kita yang peduli trus siapa lagi?. Atau tenggelam saja bersama-sama sistem yang rusak.

Pekerjaanya memang memang sederhana, tapi kalau tidak ada niat, bertahun-tahunpun keadaan kamar akan masih seperti itu. Tanpa ada perubahan kecil untuk manfaat yang besar, siap siap saja menerima banjir sekali dua bulan. Siap siap saja mengepel lantai berlumpur setelah pulang kuliah. Atau siap siap saja buku ikutan berenang di dalam air. Atau siap siap saja menjadi hilang mood ketika berada di kamar. Life is simple. If u don’t like your job, Quit. If u don’t have enough time, stop playing facebook. If u don’ like your room, modify it.
s
Empat tahun kemudian. Dari uang kos Rp 60.000 perbulan tahun 2006 di Padang sampai uang kos 185 Euro perbulan tahun 2010 di Essen, nyaris tak ada perubahan di kamar tersebut. Adik kos penghuni rumah sudah nyaman dengan ruangan baru yang masih bersih. Yang berubaha hanya misi masa depan dari kami para penghuni rumah tersebut.

Dari rumah tersebut saya mempunyai seorang sahabat, dia baru bekerja di sebuah perusahaan dalam negri, bukan di MNC (Multi National Company). Dia tidak/belum kaya, hanya kaya hati. Baru saja bekerja beberapa bulan, karir sudah meningkat pesat, mungkin ibarat kutu loncat. Baru saja setahun tak ketemu, dia telah berhasil mendahului cita-citanya dahulu. Banyak yang saya temui orang seperti itu, tapi tak banyak yang membuat menjadi nyata. Ketika dia belum memiliki apa-apa, dia hanya memiliki segudang rencana. Rencana mulia tapi tak semua orang sanggup walaupun punya harta. Ketika orang-orang sukses memiliki sebuah foundation seperti Bill Gates, Sandiaga Uno, Bakrie ataupun Konrad Adenauer dia juga ingin punya dan mudah-mudahan ini langkah awal untuk berada di sana. Alhasil beberapa waktu lalu keinginan itu terwujud. Memberikan bantuan kepada dua orang almamaternya yang berprestasi dan sejumlah bantuan juga untuk cita-cita mulia rekannya yang lain. Saya mengapresiasi ini sangat, alasannya sederhana, karena kami tahu rasanya belajar dalam keadaan sederhana. Saya pun teringat kata-kata Holstee Manifesto :

Open your mind, arms, and heart to new things and people, we are united in our differences.

Ask the next person you see what their passion is, and share your inspiring dream with them.

Life is about the people you meet and the things you create with them, so go out and start creating.

Live your dream, and wear your passion. Life is short.

Keep your eyes fixed on the sun.

Jaman sekarang memang tidak cukup dengan kata-kata butuh tindakan nyata. Oleh karena itu saya percaya “Hidup itu perlu bukti dan hidup hanya sekali, maka hiduplah yang berarti. Jika perbuatan tersebut menjadi faktor pembeda dimata Sang Pencipta, bolehlah saya ikut serta di dalamnya…

16.07.2012 at UGD (Unit Galau Deutschland)

BvA

22 thoughts on “Hidup hanya sekali, maka hiduplah yang berarti at UGD

  1. Inspiring as usual mas. Saya sedang ada di momen losing my faith nih. Sedang berusaha untuk mengumpulkan energi untuk bangkit lagi. Life is just one time. Sayang banget jika disia-siakan.

    1. thanks mas Jon…mudah2an terkumpul lagi energinya..
      kalau kehilangan Confidence ga apa2..asal jangan kehilangan Faith..itu bisa celaka πŸ™‚

  2. Wuiih mantab sekali,, πŸ˜€ kata – kata yang sangat menginspirasi,,, semangat buat mas bayu, jangan galau – galau mas,, saya doain semoga sukses buat mas bayu πŸ™‚ aamiin Insha ALLAH

  3. “karena kami tahu rasanya belajar dalam keadaan sederhana” bagus sekali kedengarannya bang bayu, tapi mmg benar ya bang, pendidikan yang bisa didapat dan diselesaikan ketika dalam keadaan susah itu rasanya nikmat πŸ™‚

Leave a reply to Husni Matul Fitri Cancel reply